Pulang diskusi "sinergi pentahelix kebencanaan", gaet CSR

Peta titik gempa di Indonesia sejak 1900.
KIM Karajuku - Surabaya, pagi jelang tengah hari saya masih mendiskusikan tentang platform "Karajuku S.I.A.Ga" (Sistim Informasi "Awal" Warga). Bersama Lurah Karah Ali Pranoto, di ruang kerjanya. Fungsi "Karajuku Siaga" sebagai early warning (peringatan dini) dari, oleh, dan untuk warga Karah. Kontributor info awal, berada di masing-masing wilayah RT/RW. Terdiri dari relawan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan di lingkungan kelurahan. Dimana  pengurus KIM kelurahan Karah sebagai kordinator giatnya. Bidang yang dilaporkan mencakup : problem sosial kemasyarakatan, kesehatan dan kebencanaan. Status laporannya meliputi kondisi darurat lokal, kegiatan rutinitas lingkungan dan kejadian khusus yang terjadi serta membutuhkan penanganan segera. Catatannya, Karajuku Siaga hanya sebagai peringatan dini dari masyarakat. Output-nya akan diserahkan kepada pihak yang berwenang. Mulai aparat kelurahan, kasatgaslinmas, babinsa dan bhimaspol. Informasi dari "hulu" ini, sesuai prosedurnya di "hilir" nanti  tetap akan dilaporkan kepada jajaran Pemerintah Kota Surabaya, melalui command center 112,  dan penegak hukum TNI/Polri.

Belum berhenti ingatan kita tentang beberapa kejadian bencana alam maupun bencana kemanusiaan yang terjadi di negara kita. Mari mengingat beberapa kejadian bencana alam, dimulai dari Tsunami Aceh, Bantul, Banten dan Palu. Bencana alam gunung meletus, mulai Merapi di Jogja, Kelud hingga gunung Sinabung.  Baru saja kota Palu menjadi pusat berita dunia karena mengalami tiga jenis bencana alam sekaligus. Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi (pergeseran lempengan bumi). Terbaru, adalah kejadian bencana sosial kemanusiaan di Wamena!? Apakah semua momen kebencanaan yang terjadi di Bumi Pertiwi ini sudah membuat kita belajar? Sedikitnya ada lima kelompok yang bisa kita kategorikan sebagai stakeholder, yang harus bahu-membahu satu sama lain untuk meminimalisir korban dan kerugian akibat bencana alam/bencana sosial yang terjadi di NKRI.

Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di forum working session yang merupakan rangkaian Global Platform for Disaster Risk Reduction di Geneva, Swiss, Kamis (16/5/2019). Mengenalkan PENDEKATAN PENTAHELIX (PP) dalam merekonstruksi dan merehabilitasi bencana alam di Indonesia. Pentahelix, secara harafiah diartikan sebagai lima spiral. PP lebih menitikberatkan kepada semangat kegotongroyongan seluruh sumber daya dan kearifan lokal di mana bencana terjadi. Lima spiral dalam PP yang dimaksudkan adalah, masyarakat, akademisi, pemerintah, usahawan dan media massa. Waktu sudah menunjukkan pukul 15.15, saat saya memasuki pelataran cafe bernama Kopisae yang berada seputaran jalan Margorejo Indah. Saya datang untuk memenuhi undangan LazNas Nurul Hayat dalam acara NH talks #2 dengan tema "Peran Sinergi Pentahelix Bencana". 

Dadang I. (BPBD Jatim) awali diskusi.
Hadir sebagai narasumber sore itu (24/1/20), Prof. Amien Widodo (ITS, akademisi), Dadang Iqwandy, ST, MT. plt. Kasi. Pencegahan (BPBD Prop. Jawa Timur, pemerintah). Berikutnya tampak hadir Kholaf Hibatulloh, S.Hi. (Direktur Program Nurul Hayat, mewakili masyarakat). Selanjutnya tampak dua orang lagi di sisi kiri panggung, tempat duduk para pemateri. Ardianto Happy (HRD PT Garuda Food, Gresik - Jatim, usahawan) dan seorang jurnalis senior, Isa Anshori (Radio Suara Surabaya, mewakili Rekan Media). Acara ini dimoderatori oleh Nahwa Nuri Syahidah (Disaster Expert Nurul Hayat). Diantara puluhan peserta yang hadir, tampak kawan-kawan komunitas sosial kemasyarakatan, seperti pegiat KIM, IPSM dan kawan dari YDSF. Juga beberapa kenalan dari komunitas yang terlibat dalam penanganan kebencanaan di Surabaya, termasuk Masyarakat Tangguh bencana, mahasiswa Unair dan ITS.

Dadang diminta moderator membuka diskusi dengan menjelaskan kebijakan Pemerintah terkait sinergi pentahelix kebencanaan. Ada tiga fase penanganan bencana, pra-bencana bentuknya adalah edukasi kepada masyarakat, saat bencana berlangsung dan pasca bencana, biasanya terkait pembangunan dan perbaikan infrastruktur di lokasi terdampak bencana. Kholaf dari Nurul Hayat, menghangatkan diskusi dengan penjelajasannya tentang program edukasi institusinya kepada kelompok masyarakat di daerah rawan bencana. Hampir serupa Happy dari Garuda Food bercerita pengalaman dirinya mengawal bantuan kepada korban bencana, yang masuk dalam anggaran CSR perusahaannya. Isa Anshori dari Radio SS mengedepankan peran media sebagai salah satu garda depan diseminasi informasi kepada publik. Namun hal tersebut masih harus ditambahkan dengan fungsi validator konten, termasuk informasi kebencanaan. 

Di akhir sesi, Prof. Amien selaku akademisi berharap semua pihak harus mau take action. Lima unsur dalam pentahelix kebencanaan, mulai dari masyarakat, akademisi,  pemerintah, usahawan dan media massa, harus sudah berbuat di bidang garapnya masing-masing. Dia contohkan berita yang ambigu.  "Volume hujan tinggi membuat aliran sungai menghantam tanggul hingga jebol, hingga banjir. Bukan hujannya, namun sampah menumpuk, aliran  terhambat,  debit air sungai naik, tanggul jebol tidak bisa menahan ribuan kubik sampah, air meluap dan timbul banjir". Pernyataan pamungkas dari Dadang tentang upaya pemerintah mengedukasi masyarakat melalui  Permendikbud 33 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana. Diakhir sesi saya dibisiki oleh Happy, Garuda Food ada CSR bidang edukasi masyarakat. "Silahkan Cak, kalau mau kerjasama dengan kami!" Wah rejeki anak sholeh ini batin saya. (Boni Surabaya)

Komentar

Posting Komentar